Apa itu Value Investing?

Halo, saya ETS, pemilik dari blog Stoxets.com. Kali ini saya ingin membahas mengenai value investing (“investasi nilai wajar”). Saya ingin membahas apa itu value investing beserta contoh-contohnya dan sedikit mengenai value investing vs growth investing.

Tujuan saya memilih untuk membahas “apa itu value investing” adalah untuk para kalian investor baru di pasar modal Indonesia (meski pengetahuan yang kalian dapat dari sini bisa dipakai juga di pasar modal negara-negara lain) yang masih belajar. Post ini berhubungan dengan post saya sebelumnya saat saya membahas Cara Mengetahui Harga Wajar Saham. Semoga membantu.

Tapi bila di antara kalian adalah investor-investor yang sudah lebih berpengalaman, kalian bisa kembali ke halaman utama untuk membaca analisa saya akan ICBP vs INDF, atau INKP, atau AUTO, atau salah satu koleksi saham pak Lo Kheng Hong: CFIN. Atau kalian bisa juga baca post ini meski kalian akan sudah tahu sebagian isinya, tapi siapa tahu bisa dapat ide-ide baru.

Nah, sebelum kita mulai dengan menjawab “apa itu value investing?”, seperti biasa, saya mau bilang kalau tulisan ini bukan rekomendasi untuk melakukan apapun. Saya hanya berbagi informasi yang saya dapatkan berdasarkan riset saya sendiri. Bila kalian belum pernah baca disclaimer blog ini, silahkan klik di sini.

Lalu, saya juga mau mengulang kalau saya menulis angka menggunakan sistem US/UK, bukan Belanda/Indonesia. Contoh: 1 juta saya tulis 1,000,000; bukan 1.000.000. Untuk desimal saya tulis 1.5; bukan 1,5 dan untuk mata uang saya menggunakan USD / IDR; bukan “Dollar” atau “Rupiah”.

Sekarang, mari kita bahas “apa itu value investing?”

Apa itu Value Investing?

Jadi, kalau kalian bertanya “apa itu value investing?”, saya pribadi akan menjawab “investasi yang kita lakukan dengan membeli suatu aset (dalam hal ini: saham) di harga tertentu yang tidak mencerminkan nilai wajar dari aset tersebut. Karena demikian, menurut kita harga aset tersebut sedang ‘murah’ dan kita berharap harga aset tersebut akan naik sesuai dengan nilai wajarnya saat orang-orang lain sadar kalau harga tersebut murah”.

Intinya, kalian beli sesuatu di harga tertentu, tapi kalian tahu kalau harga tersebut itu lebih murah dari seharusnya. Kalian beli barangnya lalu, saat harganya naik, kalian jual lagi. Itu yang disebut “value investing”.

“Loh, mana ada sih orang jual sesuatu, apalagi suatu aset (atau saham), di harga lebih rendah dari nilai wajarnya??”. Betul, memang terdengar aneh, tapi sebenarnya bisa saja terjadi, banyak dan sering malah, karena berbagai macam hal. Contoh: saat awal-awal pandemi, banyak rumah-rumah di daerah Pondok Indah (kawasan perumahaan elit di Jakarta Selatan buat yang tidak tahu) yang dijual bisa sampai “diskon” 50% dari harga normal karena banyak pengusaha-pengusaha yang tiggal di sana bisnisnya hancur. Nah, memang harga tanah di Pondok Indah berkurang 50% tiba-tiba? Kan, tidak. Tapi ada faktor eksternal yang menyebabkan harganya turun, yaitu kondisi pandemi yang menyebabkan ekonomi turun drastis.

Contoh konsep value investing – tanah/properti

Coba lihat gambar-gambar di bawah ini:

Gambar 1. Harga tanah di Bukit Golf Pondok Indah sebesar IDR 70 Juta / m2 (Sumber)
Gambar 2. Harga tanah di Bukit Golf Pondok Indah sebesar IDR 45 Juta / m2 (Sumber)

Dua-duanya di daerah yang persis sama, tapi harganya berbeda 55%. Artinya yang satu butuh uang, jadi dijual murah, yang satu lagi tidak, kan? Berarti ada value di sana.

Nah, kalau kalian ada IDR 180 Miliar, kalian bisa beli rumah dari Gambar 2 karena kalian tahu meski harga dia ada di IDR 180 Miliar, value-nya tidak segitu. Berarti IDR 180 Miliar bukan harga yang mahal, kan? (yaaa, kalau buat saya sekarang sih mahal ya..hehehe).

Lalu saat harga per meternya naik lagi ke IDR 70 Juta, kalian jual rumah tersebut di harga IDR 280 Miliar. Auto profit!

Nah, kita jadi bisa paham apa itu value investing, kan? Kalau untuk tanah kita bisa pahan konsep ini, kenapa untuk saham tidak? Memang, dibanding tanah, mungkin harga saham yang lebih sering naik turun. Kenapa? Karena ada pasar saham yang setiap hari memberi kita harga-harga yang berbeda-beda. Sedangkan kalau pasar tanah/properti, kan, tidak ada.

Contoh konsep value investing – saham

Sekarang mari kita aplikasikan pemahaman soal tanah di atas ke dalam valuasi saham. Berarti kita mencari harga saham yang sedang “salah harga”, atau sedang dijual “murah”, kan? Coba lihat contoh-contoh di bawah:

BSDE (Bumi Serpong Damai Tbk.)

Saya pernah bahas soal BSDE beberapa kali di sini dan sini (ini bukan rekomendasi, ya. Baca disclaimer blog ini):

Di awal tahun 2021 (berdasarkan data LK kuartal 3 tahun 2020), BSDE memiliki beberapa aset-aset yang bisa di”cairkan” menjadi uang tunai seperti demikian:

  • Uang tunai = IDR 10 Triliun
  • Investasi lancar (bisa cair dalam kurang dari setahun) = IDR 2.9 Triliun
  • Investasi tidak lancar (bisa cair dalam waktu lebih dari setahun) = Rp 1.6 Triliun
  • Investasi saham = IDR 7 Triliun
  • Tanah = IDR 12 Triliun
  • Aset tetap (kendaraan, peralatan kantor, mesin, dll) = IDR 600 Miliar
  • Properti = IDR 8 Triliun

Total aset-aset diatas adalah IDR 43 Triliun. Jumlah saham beredar BSDE adalah 19.2 Miliar lembar. Bila kita bagi, IDR 43 Triliun / 19.2 Miliar lembar, kita mendapat nilai aset per lembar saham BSDE sebesar IDR 2,270.

Harga saham BSDE saat post ini ditulis? IDR 910 per lembar. Jadi harga saham BSDE itu 149% lebih murah dari harga wajarnya! Itu baru dari beberapa aset-asetnya saja.

Berarti ada value di saham BSDE, kan?

ITMG (Indo Tambangraya Megah Tbk.)

Lalu, saya juga pernah bilang kalau ITMG adalah bagian portfolio terbesar saya. Salah satu alasan saya beli waktu itu karena harganya sedang “murah”. Tahu darimana murah? Coba lihat (bukan rekomendasi, yaaa…):

ITMG memiliki cadangan batubara sebesar 311,200,000 juta ton, harga batubara saat post ini ditulis ada di USD 170 / ton, kalau dikalikan cadangan milik ITMG berarti senilai IDR 438 Triliun(!). Nah, kapitalisasi pasar ITMG saat ini di IDR 13.7 Triliun, berarti hampir 32x lebih besar dari kapitalisasi pasarnya!

Anggaplah ITMG, untuk alasan apapun, hanya bisa menjual ¼ dari cadangan batubara mereka. Itu 77.8 Juta ton. Harga rata-rata batubara untuk 10 tahun terakhir, anggaplah, di USD 100 / ton.

Gambar 3. Harga batubara dalam 10 tahun terakhir (Sumber)

Dalam Rupiah, 77.8 Juta ton batubara tersebut seharga IDR 109 Triliun (anggap kurs IDR 14,000 / USD). Kalau itu dibagi jumlah saham beredar ITMG di 1.1 Miliar lembar, berarti nilai cadangan batubara di tiap lembar saham ITMG sekitar IDR 96,400.

Harga per lembar saham ITMG saat post ini ditulis? IDR 15,800. Itu 510% lebih murah dari nilai wajarnya! Berarti ada value di saham ITMG, kan?

Apakah harga ITMG akan naik ke IDR 96,400 / lembarnya? Entah, mungkin tidak. Tapi yang saya tahu, harganya sekarang masih murah.

Anggap harga saham ITMG hanya bisa naik ke IDR 30,000 / lembar. Bisa, kah? Loh, di bulan Februari 2018 harga saham ITMG ditutup di IDR 30,800 / lembarnya. Saat itu harga batubara per ton berapa? USD 106 / ton. Kalau dari harga IDR 15,800 bisa naik ke IDR 30,800 saja itu sudah naik 95%, hampir two-bagger!

Berarti ada value di saham ITMG, kan?

Gambar 4. Harga saham ITMG di awal Februari 2018 (Sumber)

GJTL (PT Gajah Tunggal Tbk.)

Saya sudah pernah bahas GJTL, yang merupakan bagian dari portfolio pak Lo Kheng Hong, di sini. Kalau mau tahu analisa/valuasi saya secara lebih detail bisa klik tautan tersebut. Tapi intinya adalah (bukan rekomendasi lagi yaaaa….hehehe):

Total kapitalisasi pasar GJTL, saat post itu ditulis, ada di IDR 2.6 Triliun. Pendapatan mereka di akhir tahun 2020? IDR 13.4 Triliun! 5x lipat lebih besar dari harga seluruh perusahaannya! Tidak masuk akal, kan?

Lalu, total aset mereka saat itu ada di IDR 18.5 Triliun. Yaitu, 7x lebih besar dari harga seluruh perusahaannya. Masuk akal, kah?

Jangan lihat total keseluruhan aset GJTL, deh. Sebagian aset-asetnya saja seperti: uang kas, aset finansial, properti, dan aset tetap GJTL itu kalau dijumlah ada di IDR 10.5 Triliun, itu kalau dibagi dengan 3.48 Miliar lembar saham GJTL akan memberikan harga intrinsik (“harga wajar”) per lembarnya di IDR 3,038. Harga saat post tersebut saya tulis ada di IDR 755 / lembarnya, yang berarti 302% lebih murah dari harga saham GJTL saat itu!

Anggaplah, kita hitung harga properti dan aset tetap GJTL diskon 50%, jumlah dari uang kas + aset finansial + properti (diskon 50%) + aset tetap (diskon 50%), adalah IDR 6 Triliun. Kalau kita bagi dengan 3.48 Miliar lembar saham GJTL, kita dapat nilai sebagian aset-aset GJTL per lembarnya di IDR 1,736. Itu masih 130% lebih murah dari harga saat post itu saya tulis!

Berarti ada value di saham GJTL, kan?

BMTR (PT Global Mediacom Tbk.)

Contoh terakhir, saya juga sudah pernah bahas BMTR, yang juga merupakan bagian dari portfolio pak Lo Kheng Hong, di sini. Kalau mau tahu analisa/valuasi saya secara lebih detail bisa klik tautan tersebut. Tapi intinya adalah (ini juga bukan rekomendasi yaaaa….hehehe):

Saat post tersebut saya tulis, total kapitalisasi pasar BMTR ada di IDR 4.4 Triliun. Pendapatan mereka di akhir tahun 2020? IDR 12 Triliun! 2.7x lipat lebih besar! Tidak masuk akal, kan?

Total aset BMTR saat itu ada di IDR 32 Triliun. 7.2x lebih besar dari kapitalisasi pasar BMTR. Masuk akal, kah?

Bahkan kalau kita hanya hitung hanya dari uang kas dan aset tetap BMTR, di IDR 15 Triliun, lalu kita bagi dengan 15.3 Miliar lembar sahamnya, kita akan mendapatkan harga intrinsik per lembar saham BMTR di IDR 979. Harga saat post tersebut saya tulis ada di IDR 214 / lembarnya, yang berarti 357% lebih murah dari harga saham BMTR saat itu!

Anggaplah kita diskon nilai aset tetap BMTR sampai 66%, atau sepertiga dari nilai sebenarnya, jumlah dari uang kas + aset tetapnya (yang kita diskon sampai 66%) adalah IDR 5.6 Triliun. Yang berarti harga per lembar sahamnya ada di IDR 365, atau 171% lebih murah dari harga saat post itu saya tulis!

Berarti ada value di saham BMTR, kan?

Nah, kalau kalian bertanya “apa itu value investing?” dan kalian minta contoh-contohnya, yang di atas merupakan contoh-contoh dari beberapa perusahaan yang, kalau kalian berinvestasi di saham-saham mereka, termasuk dalam aktifitas “value investing”.

Sekarang, mari kita bahas, debat kusir tidak penting yang sering saya dengar belakangan ini, yaitu value investing vs growth investing.

Value Investing vs Growth Investing?

Belakangan ini saya sering dengar debat antara konsep value investing vs growth investing. Pendapat saya mengenai hal ini adalah: ini debat kusir yang tidak penting. Tapi tidak perlu dengar saya, mari kita lihat pendapat Charlie Munger, sahabat dan rekan kerja Warren Buffett selama 60 tahun lebih:

Basically, all investment is value investment in the sense that you’re always trying to get better prospects than (what) you’re paying for.

Charlie Munger (Sumber)

Yang dalam bahasa Indonesia: “Pada dasarnya semua jenis investasi adalah value investing yang maksudnya bahwa kamu mencoba untuk mendapatkan prospek yang lebih baik dari apa yang kamu bayarkan”.

Betul, kan? Value investing dan growth investing tujuan akhirnya sama, yaitu mendapatkan keuntungan yang, kalau bisa jauh, lebih besar dari apa yang kita bayarkan di awal. Simpel saja.

Saya pengagum pak Lo Kheng Hong (LKH), tapi kalau kita pakai definisi value investing beliau yaitu membeli saham perusahaan yang PBV ratio (rasio price-to-book, harga saham berbanding dengan nilai ekuitas) di bawah 1x, menurut saya itu adalah pandangan yang “sempit”. Tapi meski demikian, itu adalah strategi pak LKH yang membuat beliau sesukses sekarang. Jadi saya yang belum apa-apa ini tidak perlu menghujat. Toh, strategi tersebut cocok bagi beliau. Apa itu satu-satunya strategi berinvestasi di saham? Tentu tidak.

Lagipula, Warren Buffett pernah bilang: “It’s far better to buy a wonderful company at a fair price than a fair company at a wonderful price” (“jauh lebih baik untuk membeli perusahaan yang luar biasa di harga yang biasa-biasa saja dibanding perusahaan yang biasa-biasa saja di harga yang luar biasa”).

Ya, tidak masalah, PBV atau rasio PER (price-earnings-ratio, rasio harga saham dibanding laba) yang tinggi sedikit kalau perusahaannya memang bertumbuh terus dan dari analisa/valuasi kita harga sahamnya akan naik tinggi, seiring dengan pertumbuhan perusahaannya, jadi harga yang kita beli sedang “murah”.

Penutup dari post “Apa itu Value Investing?”

Itulah sedikit dari apa yang ingin saya bahas mengenai konsep value investing. Pokoknya, inti dari value investing adalah membeli sebuah instrumen investasi/aset dengan harga di bawah nilai wajar/sesungguhnya dari instrumen/aset tersebut, jadi ada potensi harga instrumen/aset tersebut akan naik di kemudian hari. Itu saja.

Jadi dengan definisi tersebut, yang orang bilang growth investing, pun, termasuk ke dalam value investing. PER atau PBV agak tinggi sedikit – karena kalau terlalu tinggi, ya jatuhnya mahal – tidak masalah, asal performa bisnisnya bagus dan bertumbuh. Jadi harga sahamnya, pun, pasti akan naik. Tidak perlu pusing berdebat soal hal ini.

Oke, mungkin ini dulu yang bisa saya bahas mengenai topik apa itu value investing. Bila kalian ingin belajar cara mengetahui harga wajar saham, kalian bisa baca di post ini.

Bila kalian ingin belajar cara analisa fundamental sebuah perusahaan, kalian bisa baca di post ini.

Lalu, jangan lupa lakukan riset kalian sendiri. Bila ada pertanyaan, silahkan hubungi saya di sini atau tinggalkan komentar di bawah. Kalau post ini membantu dalam perjalanan investasi, atau menghibur, kalian, saya hanya ingin memberi tahu kalau iklan yang kalian lihat di blog ini akan membantu saya dalam terus menjalankan blog saya ini.

Salam investasi,

ETS

Stoxets.com

Disclaimer/Peringatan:

Kami bukan perencana keuangan, pialang saham, maupun penasihat investasi. Stoxets.com murni berfungsi sebagai blog untuk berbagi pengalaman dan pendapat kami dalam berinvestasi di berbagai jenis aset (terutama pasar saham), tidak menyarankan siapapun untuk membeli/menjual suatu jenis aset maupun saham tertentu, dan tidak akan bertanggung jawab atas siapapun yang mengalami kerugian, maupun keuntungan, uang dalam berinvestasi dimanapun setelah membaca blog ini. Investasi apapun beresiko. Lakukan riset kalian sendiri. Uang kalian, tanggung jawab kalian.

Support This Blog

Kalau kalian ingin mendukung / support blog saya, kalian bisa klik iklan-iklan yang ada di blog saya ini…

atau kalian juga bisa membeli buku-buku rekomendasi saya di bawah ini melalui tautan / link afiliasi yang saya berikan. Semua buku yang saya rekomendasikan akan saya review terlebih dahulu, kalau tidak bagus tidak akan saya rekomendasikan untuk dibeli (meski tetap akan saya review). Program afiliasi ini tidak menjadikan harga buku lebih mahal, saya hanya mendapatkan komisi dari si penjualnya saja:

Buku untuk investor saham pemula

Who Wants to be a Smiling Investor – Lukas Setia Atmaja & Thomdean: Gramedia / Tokopedia

Value Investing: Beat the Market in Five Minutes – Teguh Hidayat: Gramedia / Tokopedia

Cara Mudah Memahami Laporan Keuangan – Joeliardi Sunendar: Tokopedia

Learn to Earn – Peter Lynch & John Rothchild: Tokopedia

Buku untuk investor saham yang lebih berpengalaman

Warren Buffett and the Interpretation of Financial Statements – Mary Buffett & David Clark: Tokopedia

One Up on Wall Street – Peter Lynch & John Rothchild: Tokopedia

Beating the Street – Peter Lynch & John Rothchild: Tokopedia

Cara Simpel Berinvestasi di Pasar Modal vol. I – Joeliardi Sunendar: Tokopedia

Cara Simpel Berinvestasi di Pasar Modal vol. II – Joeliardi Sunendar: Tokopedia

Buku untuk investor saham tingkat jendral bintang lima & pendekar silat sabuk merah

The Intelligent Investor – Benjamin Graham: Gramedia / Tokopedia

Dan masih banyak lagi!

Tolong bagikan artikel ini:

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Enjoying this blog? Tolong bagikan, ya! :)

Exit mobile version