Pengalaman Saya Menjadi Seorang Value Investor Indonesia

Halo, kenalkan…

Saya Ershad, pemilik dari blog Stoxets.com ini dan seorang value investor Indonesia. Terima kasih sudah berkunjung ke blog saya ini.

Muka Saya ☺️

Saya membuat blog ini dengan tujuan untuk menjadikan blog ini sebagai stock investing journal (jurnal investasi saham) saya. Dimana saya mencatat alasan-alasan dan pola pikir saya saat memilih untuk membeli (atau tidak membeli) saham suatu perusahaan, berbagi riset dan ilmu saya (yang sangat dangkal ini) kepada dunia investasi saham Indonesia (saya akan berusaha menggunakan bahasa-bahasa yang mudah dimengerti, bila ada istilah saham yang spesifik, saya usahakan untuk selalu memberikan sedikit definisinya), berbagi review buku-buku investasi/trading yang sedang/sudah saya baca, dan juga terutama untuk mengisi waktu senggang saya saat tidak ada saham menarik yang mau saya review sekilas ataupun riset secara lebih mendalam.

Sebelum kita lanjut lagi, tambahan informasi mengenai blog ini kedepannya, cara saya menulis angka menggunakan sistem Amerika/Inggris, bukan Belanda/Indonesia. Contoh: 1 juta saya tulis 1,000,000; bukan 1.000.000. Untuk desimal saya tulis 1.5; bukan 1,5. Jangan bingung, ya. Kenapa? Kebiasaan saja.

Di blog ini, saya hanya akan fokus membagi pengalaman saya sebagai value investor di pasar saham Indonesia (untuk sekarang, di masa depan bisa saja saya berinvestasi di pasar luar negeri). Meski mungkin juga saya membahas metode-metode investasi lain maupun trading di pasar saham secara sekilas.

Investor ritel pasar saham Indonesia

Saya juga ingin blog ini menjadi sebagian kecil dari perjalanan dunia investasi Indonesia untuk meningkatkan jumlah investor saham ritelnya. Di bulan April 2020, “hanya” ada 2.6 juta SID (Single Investor Identification – nomor identifikasi untuk setiap investor di pasar modal Indonesia yang dikeluarkan oleh Kustodian Sentral Efek Indonesia, atau KSEI). Kalau dibandingkan dengan kisaran jumlah penduduk Indonesia di tahun 2020 ini yang berjumlah 271 juta jiwa, hanya 0.9% dari total populasi Indonesia yang “melek pasar saham”!

Bandingkan dengan Amerika yang 52% populasinya berinvestasi di pasar saham, atau China yang 7% populasinya sudah melek saham. Bahkan yang dekat dengan kita, seperti Malaysia dan Singapura yang tahun 2019 lalu 7.8% populasi dan 26% populasi masing-masing negara sudah berinvestasi di pasar modal mereka.

Kabar baiknya? Jumlah investor ritel di Indonesia terus bertambah. Di bulan Agustus 2020, jumlah investor ritel kita sudah di atas 3 juta orang.

Perkenalan saya terhadap dunia saham

Lanjut ke cerita saya, saya mengenal saham mungkin waktu saya masih SMP, sekitar tahun ’98 – ’99. Saya waktu itu bertanya ke Ibu saya, “mah, saham itu apa?”, dan Ibu saya hanya menjawab: “kamu mau tahu? Besok mama print buat kamu”. Besoknya saya dikasih print-out daftar harga-harga semua saham di BEI (waktu itu masih “Bursa Efek Jakarta” namanya). Tetapi saya tidak dijelaskan apakah itu saham maupun bagaimana proses jual/belinya. Saya rasa orangtua saya juga tidak begitu familiar dengan saham; ironis sih, karena ayah saya waktu itu bekerja di Bank Niaga (sekarang jadi CIMB Niaga), sebuah perusahaan publik.

Saya ingat saat itu harga saham termahal di BEI adalah saham Unilever (UNVR), di IDR 40 ribuan lebih (sebelum stock split pertama UNVR di tahun 2000). Itu saja pengalaman saya “bersentuhan” dengan dunia saham Indonesia pertama kali. Selama beberapa tahun kedepan saya pegang kertas harga-harga saham tersebut, tanpa membeli satu pun. Saya juga tidak tahu kalau harga saham berubah-ubah dan informasi di kertas tersebut sudah tidak berguna lagi di keesokan harinya. (Catatan: IHSG 1998-2020 tumbuh kira-kira sebesar 1,900%).

Gambar pergerakan indeks harga saham gabungan (IHSG) dari 1998 - 2020.
Gambar 1. IHSG 1998 – 2020

Perkenalan saya terhadap dunia tradingforex

Fast forward ke tahun 2005, saat kuliah tahun pertama saya mulai mengenal dunia Forex. Saya belajar forex trading, bagaimana membaca chart, istilah-istilah trading, dan lain lain. Hal ini memang membantu saya saat saya belajar trading saham bertahun-tahun kemudian, tetapi pada saat itu hal ini sama sekali tidak membawa saya kemana-mana.

Saya masih belum berpikir untuk mulai belajar investasi saham, padahal saat ini saya sudah ada koneksi Internet 24/7 di apartemen saya (saya sewa apartemen dengan teman-teman saya semasa kuliah, lebih murah dari asrama kampus), jadi seharusnya mudah untuk saya belajar mengenai investasi saham. (Catatan: IHSG 2005-2020 tumbuh kira-kira sebesar 390%).

Gambar pergerakan indeks harga saham gabungan (IHSG) dari 2005 - 2020.
Gambar 2. IHSG 2005 – 2020

Bisa dilihat, saya menyia-nyiakan dua kali kesempatan saat ada bear market (kondisi dimana harga saham gabungan, IHSG – Indeks Harga Saham Gabungan kalau di BEI, terkoreksi/turun 20% atau lebih dari level tertingginya selama dua bulan atau lebih) untuk berinvestasi di pasar saham. Mungkin tahun ’98 – ’99 saya masih kecil, belum mengelola uang sendiri, maklum lah.

Tetapi di tahun 2005, saya sudah berumur 18 – 19 tahun. Sudah pegang uang jajan sendiri. Sudah ada koneksi ke segala informasi di luar sana melalui koneksi Internet yang cukup cepat, dan, zaman kuliah dulu, saya bisa total 10 jam lebih di depan laptop setiap harinya. Bukannya belajar ilmu berguna, tetapi saya malah sibuk nonton video-video prank di YouTube.

Memasuki dunia saham Indonesia…untuk trading

Fast forward lagi, kali ini ke 2016, tahun dimana saya menikah. Barulah saya mulai menyisihkan sebagian dari uang gaji saya dengan tujuan untuk berinvestasi di pasar saham Indonesia. Tetapi, baru di tahun 2017 saya mulai masuk ke pasar saham dan waktu itu dengan tujuan untuk trading, bukan untuk investasi jangka panjang. Ilmu-ilmu trading yang saya pelajari saat saya trading forex saya asah lagi. Beginner’s luck, dalam 1-2 minggu portfolio saya sudah naik 10%.

Terus saya trading, dalam yang mungkin bisa dibilang bull market (kondisi dimana harga IHSG naik 20%, setelah sebelumnya terkoreksi/turun 20%, dan terus naik selama berbulan-bulan/bertahun-tahun sampai terkena bear market lagi) paling panjang dalam sejarah bangsa Indonesia (11 tahun kurang lebih). Tetapi di bulan Maret 2020, portfolio saya habis terkoreksi 50%. Ini semua karena saya tidak disiplin dalam menetapkan cut loss (di dalam trading, bila harga bergerak tidak sesuai apa yang kita prediksi, kita harus segera exit/keluar dari posisi kita).

Sekarang saja saya masih nyangkut di BSDE (Bumi Serpong Damai Tbk), yang turun 40% lebih dari harga saya masuk di bulan Februari 2020. Tidak mungkin saya keluar sekarang. (Catatan: IHSG Januari 2017 – Januari 2020 tumbuh kira-kira sebesar 20%, jauh lebih besar dari inflasi rata-rata di 3.2% dalam rentang waktu yang sama).

Gambar pergerakan indeks harga saham gabungan (IHSG) dari 2017 - 2020.
Gambar 3. IHSG 2017 – 2020

Menjadi value investor Indonesia

Awal April 2020, pandemic Covid-19 mulai menyebar di Indonesia, kantor saya sudah menetapkan kebijakan bekerja dari rumah (Work From Home/WFH). Lalu pada bulan Mei 2020 IHSG resmi masuk ke bear market; saat itu, lah, saya menetapkan saya akan menjadi seorang value investor.

Dari saya mulai masuk ke pasar modal Indonesia tahun 2016, saya banyak belajar dan baca buku mengenai dunia saham; apakah itu mengenai metode trading (day trading atau swing trading) ataupun value investing (metode investasi jangka panjang dimana investor membeli dan memegang saham yang “salah harga” atau sedang dijual lebih murah dari nilai wajar perusahaannya. Metode ini dibuat oleh Benjamin Graham dan dipopularkan oleh Warren Buffett).

Saya mulai mantap berpikir untuk menjadi seorang value investor saat saya membaca-baca mengenai dua value investors terkemuka di Indonesia, pak Lo Kheng Hong (yang dijuluki “Warren Buffett Indonesia”) dan pak Joeliardi Sunendar (bapak yang ini memiliki saham Berkshire Hathaway, nih).

Saya baru mulai berinvestasi sebagai seorang value investor Indonesia di bulan Mei 2020, karena saya menggunakan waktu di antara akhir Maret, saat saya mulai WFH, sampai akhir April untuk melakukan riset perusahaan-perusahaan yang “salah harga”.

Saat blog post ini ditulis, sudah masuk bulan kelima sejak saya menetapkan diri untuk fokus di value investing. Sudah banyak hal yang terjadi. Banyak saham yang saya beli saat harga ada di bottom (harga mentok dibawah sebelum naik lagi) dan ada juga yang saya beli saat harga mulai bergerak ke atas. Saat post ini dipublikasi, portfolio saya sudah naik sebesar 7%.

Banyak, kah, itu? Hmm, relatif. Saya melihat itu sudah lebih tinggi dari inflasi rata-rata Indonesia 10 tahun kebelakang dan jiwa saya tetap tenang meski harga saham-saham saya naik dan turun karena saya tahu perusahaan-perusahaan yang saya investasikan itu bagus-bagus.

Selamat menikmati blog saya

Nah, itu, lah, sedikit cerita bagaimana saya menjadi seorang value investor Indonesia. Semoga blog ini, dan juga kalian, bisa menjadi saksi perjalanan investasi saya untuk 10, 15, maupun 20 tahun ke depan. Mari kita belajar dan berinvestasi bersama di pasar saham Indonesia. Untuk Indonesia yang lebih baik.

Sekarang, silahkan membaca beberapa tulisan-tulisan saya dari sini.

Salam investasi,

ETS

Stoxets.com

Disclaimer/Peringatan: Kami bukan perencana keuangan, pialang saham, maupun penasihat investasi. Stoxets.com murni berfungsi sebagai blog untuk berbagi pengalaman dan pendapat kami dalam berinvestasi di berbagai jenis aset (terutama pasar saham), tidak menyarankan siapapun untuk membeli/menjual suatu jenis aset maupun saham tertentu, dan tidak akan bertanggung jawab atas siapapun yang mengalami kerugian, maupun keuntungan, uang dalam berinvestasi dimanapun setelah membaca blog ini. Investasi apapun beresiko. Lakukan riset kalian sendiri. Uang kalian, tanggung jawab kalian.

Support This Blog

Kalau kalian ingin mendukung / support blog saya, kalian bisa klik iklan-iklan yang ada di blog saya ini…

atau kalian juga bisa membeli buku-buku rekomendasi saya di bawah ini melalui tautan / link afiliasi yang saya berikan. Semua buku yang saya rekomendasikan akan saya review terlebih dahulu, kalau tidak bagus tidak akan saya rekomendasikan untuk dibeli (meski tetap akan saya review). Program afiliasi ini tidak menjadikan harga buku lebih mahal, saya hanya mendapatkan komisi dari si penjualnya saja:

Buku untuk investor saham pemula

Who Wants to be a Smiling Investor – Lukas Setia Atmaja & Thomdean: Gramedia / Tokopedia

Value Investing: Beat the Market in Five Minutes – Teguh Hidayat: Gramedia / Tokopedia

Cara Mudah Memahami Laporan Keuangan – Joeliardi Sunendar: Tokopedia

Learn to Earn – Peter Lynch & John Rothchild: Tokopedia

Buku untuk investor saham yang lebih berpengalaman

Warren Buffett and the Interpretation of Financial Statements – Mary Buffett & David Clark: Tokopedia

One Up on Wall Street – Peter Lynch & John Rothchild: Tokopedia

Beating the Street – Peter Lynch & John Rothchild: Tokopedia

Cara Simpel Berinvestasi di Pasar Modal vol. I – Joeliardi Sunendar: Tokopedia

Cara Simpel Berinvestasi di Pasar Modal vol. II – Joeliardi Sunendar: Tokopedia

Buku untuk investor saham tingkat jendral bintang lima & pendekar silat sabuk merah

The Intelligent Investor – Benjamin Graham: Gramedia / Tokopedia

Dan masih banyak lagi!

Tolong bagikan artikel ini:

2 thoughts on “Pengalaman Saya Menjadi Seorang Value Investor Indonesia”

    1. Halo Harry! Maaf saya baru baca ya!
      Terima kasih sudah berkunjung ke blog Stoxets.com dan bertanya ya.

      Buku-buku yang saya rekomendasikan untuk pemula:
      1) Who Wants to be a Smiling Investor. Bisa baca review disini dan beli disini.
      2) Buku Value Investing: Beat the Market in Five Minutes! Bisa baca review disini dan beli disini.
      3) Untuk belajar cara baca laporan keuangan: Cara Mudah Memahami Laporan Keuangan. Bisa baca review disini dan beli disini.

      Mungkin itu dulu yang bisa saya sarankan. Kalau kamu sudah lebih berpengalaman bisa baca buku-buku lain.

      Untuk link pembelian yang saya cantumkan ketiga buku tersebut merupakan link affiliate marketing dimana saya mendapatkan sedikit komisi dari pembelian yang dilakukan tanpa menambah harga barang yang dibeli. Bila kamu membeli dari link tersebut, itu akan membantu saya untuk terus menjalankan blog ini dan saya berterima kasih.

      Salam investasi,
      ETS

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error

Enjoying this blog? Tolong bagikan, ya! :)