Analisa Fundamental Saham DLTA vs MLBI: Dua Perusahaan Bir Besar di Indonesia

Halo, saya ETS, pemilik dari blog Stoxets.com dan kali ini saya ingin membahas analisa fundamental saham DLTA (PT Delta Djakarta Tbk.) dan MLBI (PT Multi Bintang Indonesia Tbk.). Dua perusahaan produsen minuman beralkohol (bir terutama) di Indonesia.

Saya rasa karena, saat post ini ditulis, sedang ramai dengan berita para anggota DPR tolol yang tidak punya otak, yang supaya terlihat bekerja ingin melarang konsumsi minuman beralkohol

…Tidak lupa juga sempat ada kehebohan saat Pemerintah Provinsi (PemProv) DKI Jakarta, melalui Gubernur DKI saat itu, Pak Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), tidak setuju kepemilikan PemProv DKI di DLTA untuk dilepas…

…Dan juga karena kehebohan mengenai Gubernur DKI saat ini, Pak Anies Baswedan, yang tak kunjung menepati janji melepas saham DLTA milik PemProv DKI setelah dua tahun menjabat. (Catatan: PemProv DKI sudah memiliki saham perusahaan ini dari tahun 1984 saat perusahaan ini go public pertama kali, tidak akan mudah melepasnya)…

…Rasanya seru kalau sekarang kita bahas kinerja bisnis kedua produsen bir publik terbesar di Indonesia ini. (Terlepas dari apa pendapat kalian mengenai minuman beralkohol).

Nah, untuk analisa kedua perusahaan ini, saya menggunakan metode analisa value investing saya sendiri, yang saya sebut sebagai SRRI (Screen, Review, Research, and Invest). Dimana saya akan menggunakan metode valuasi seperti PER dan PBV dan juga Discounted Cash Flow (DCF).

DLTA dan MLBI bukan merupakan bagian dari portofolio saya. Jadi mudah-mudahan analisa saya ini tidak akan terlihat bias, ya.

Sebelum saya lanjutkan ke analisa saya, perlu saya jelaskan bahwa analisa saham ini bukan rekomendasi untuk melakukan apapun. Saya hanya berbagi informasi yang saya dapatkan berdasarkan riset saya sendiri. Bila kalian belum pernah baca disclaimer blog ini, silahkan klik di sini.

Lalu, saya juga mau mengulang kalau saya menulis angka menggunakan sistem US/UK, bukan Belanda/Indonesia. Contoh: 1 juta saya tulis 1,000,000; bukan 1.000.000. Untuk desimal saya tulis 1.5; bukan 1,5.

Analisa Saham DLTA

PT Delta Djakarta Tbk. (DLTA) adalah perusahaan produsen minuman beralkohol (bir) publik di Indonesia. Perusahaan ini berdiri di tahun 1932, sebagai produsen bir Jerman yang kemudian dibeli oleh perusahaan Belanda. Tahun 1970 mereka berganti nama menjadi PT Delta Djakarta dan di tahun 1984 mereka go public (tahun dimana PemProv DKI pertama berinvestasi di perusahaan ini).

Di tahun 1990an, mayoritas saham perusahaan ini dibeli oleh San Miguel Malaysia (L) Private Limited (58.33%). Sedangkan 26.25% sahamnya dipegang oleh PemProv DKI dan sisanya dimiliki oleh masyarakat (Laporan Tahunan DLTA 2019)

Secara industri DLTA masuk ke food & beverages (F&B), sama seperti susu Ultra Milk dari Ultra Jaya Milk Industry Tbk (ULTJ) …hehehe. Merek-merek milik DLTA yang paling terkenal antara lain adalah: Anker Beer (merek utama mereka yang sudah dibuat sejak tahun 1932), San Mig dan San Miguel (merek di bawah lisensi San Miguel Brewing International Limited, pemilik dari San Miguel Malaysia), Carlsberg (merek di bawah lisensi Carlsberg International AS, perusahaan produsen bir Denmark), dan Kuda Putih (merek bir “kelas ekonomi” DLTA).

Gambar produk-produk DLTA, dengan bir Anker sebagai merek utama dan Carlsberg sebagai merek premium DLTA.
Gambar 1. Produk-produk DLTA (Sumber)

Nah, sekarang mari kita bahas hasil dari tahap Research untuk DLTA di bawah ini.

Research – Valuasi PER dan PBV

Saya menggunakan laporan tahunan DLTA dari 2011 – 2020 (Kuartal III). Berikut performa bisnis mereka selama hampir dari 10 tahun ke belakang:

  1. Revenue growth (pertumbuhan pendapatan) rata-rata: 5.6% per tahun.
  2. Net profit growth (pertumbuhan laba/profit) rata-rata: 11.2% per tahun!
  3. Net profit margin (marjin laba dibanding pendapatan) rata-rata: 32.6% per tahun!
  4. Free cash flow (FCF, sisa uang tunai dari aktifitas operasi dikurangi belanja aset) kumulatif positif dengan rata-rata IDR 235M per tahun. Total FCF selama kurang lebih 10 tahun terakhir di IDR 2.3T.
  5. Owner’s earnings ratio (rasio belanja aset dibagi uang tunai dari aktifitas operasi) rata-rata DLTA amat sangat rendah di 0.065! Jadi bisa dibilang biaya belanja aset hanya 6.5% dari uang tunai yang mereka dapatkan dari aktifitas operasi! Amat bagus dan efisien.
  6. Efficiency ratio (rasio seberapa efisien biaya setiap pendapatan perusahaan) rata-rata: stabil dengan rata-rata di 0.29 per tahun! Amat sangat efisien.
  7. Return on equity (imbal hasil dari modal) rata-rata: 29.4% per tahun!
  8. Debt equity ratio (ratio hutang dibanding modal) rata-rata: 0.22 per tahun! Sangat sehat.
  9. Price earnings ratio (PER, rasio harga saham dibanding laba) rata-rata: 17.3x. Tetapi saat saya melakukan Research ini di bulan November 2020, PER DLTA ada di 34.25x. Jauh lebih mahal dari PER historisnya. Lalu saat itu saya lihat PER rata-rata industrinya di 11x, berarti PER DLTA saat itu 211% lebih mahal dari rata-rata industrinya. Sangat mahal dan tidak menarik.
  10. Price to book value (PBV, rasio harga saham dibanding nilai modal) rata-rata: 5.23x. Waktu itu PBV DLTA ada di 3.45x. Lalu, PBV rata-rata industri saat itu di kisaran 3.66x, berarti harga PBV DLTA saat itu hanya 6% lebih murah dari rata-rata nilai PBV industrinya. Meskipun PBVnya saat itu lebih murah 51% dari harga rata-rata historisnya. Oke, untuk PBV ini cukup menarik.

Invest di Saham DLTA?

Menurut saya, meski performa bisnis DLTA amat sangat bagus, tapi dari sisi harga saham kalau kita lakukan valuasi PER dan PBV saja, ini bukan emiten yang sedang “salah harga”. Mungkin ada sedikit margin of safety dari perbedaan harga PBV DLTA saat saya menulis post ini dibanding harga rata-rata historisnya. Tapi itu tidak cukup membuat saya ingin berinvestasi di saham ini.

Nah, saya menggali lebih dalam lagi, untuk melihat apakah ada “harta karun tersembunyi” di saham ini, tetapi tidak banyak yang spesial juga:

  1. Revenue (pendapatan) mereka tidak lebih besar dari kapitalisasi pasar.
  2. Total Asset mereka juga tidak lebih besar dari kapitalisasi pasarnya.
  3. Tetapi memang, saya lihat kalau dividend yield rata-rata DLTA adalah 4.5%. Hampir sebesar rata-rata tingkat inflasi Indonesia 10 tahun terakhir. Bahkan tahun 2020 ini dividen DLTA memberikan yield sebesar 9.3%! Pantas saja emiten ini dihargai mahal secara PER.

Kalau memang tidak ada yang spesial dan secara PER juga mahal, PBV juga tidak terlalu menarik, bagaimana dengan analisa secara DCF? Mari kita lihat.

Research – Valuasi DCF

Ini hasil analisa DCF (Discounted Cash Flow) saya untuk saham DLTA:

Gambar file Excel hasil valuasi DCF DLTA yang saya buat. Menurut kalkulasi saya, harga saham fundamental DLTA saat ini seharusnya di IDR 6,123. Saat post ini dibuat, harga saham aslinya ada di IDR 4,200. Ada 45.78% margin of safety!
Gambar 2. Hasil valuasi DCF untuk saham DLTA
  1. Saya menggunakan nilai performa bisnis aktual (yang sudah terjadi) untuk tahun 2011 – 2019 dan nilai ekspektasi performa bisnis untuk tahun 2020 – 2023.
  2. Untuk discount factor (angka persentase yang kita pakai untuk kalkulasi berapa nilai FCF yang kita ekspektasikan/prediksikan untuk masa depan kalau nilai itu kita tarik ke hari ini), saya pakai 7.5%. Sekali lagi, saya pakai angka Surat Berharga Negara (SBN) dengan tenor 10 tahun dan saya lebihkan 0.5%.
  3. Untuk perpetual growth (angka persentase yang kita pakai untuk kalkulasi berapa nilai pertumbuhan FCF perusahaan selama-lamanya), saya pakai 3% saja, supaya lebih konservatif.

Intinya, dengan amat sangat saya permudah (oversimplify), adalah nilai kumulatif FCF milik DLTA dari akhir 2020 (awal prediksi dimulai) sampai selamanya, kalau kita tarik ke hari ini akan bernilai sebesar IDR 4.9T. Selamanya itu sampai kapan? Entah. Bisa 10 tahun, 20 tahun, atau bahkan 30 tahun ke depan. Nilai IDR 4.9T itu, kalau kita bagi dengan jumlah saham DLTA yang beredar saat ini di 800 juta lembar, akan memberikan kita nilai intrinsik per lembarnya di IDR 6,123.

Saat post ini ditulis di bulan November 2020, nilai per lembar DLTA adalah IDR 4,200. Berarti ada margin of safety sebesar 45.78%(!) antara nilai intrinsik saham ini dan nilai aktual sahamnya saat ini. Cukup menarik!

Pertanyaan berikutnya adalah, mungkinkah DLTA mencapai total FCF sebesar IDR 4.9T? Loh, 9 – 10 tahun ke belakang saja total FCF-nya sudah mencapai IDR 2.3T. Jawabannya, amat sangat mungkin!

Analisa saham MLBI

PT Multi Bintang Indonesia Tbk. (MLBI) juga merupakan perusahaan produsen minuman beralkohol (bir) publik di Indonesia. Perusahaan ini juga berdiri di tahun 1930an, 1931 tepatnya, sebagai perusahaan bir milik Belanda. Pada tahun 1936, Heineken menjadi pemegang saham utama perusahaan ini. Di tahun 1965, perusahaan ini dinasionalisasi menjadi perusahaan Indonesia, dan dua tahun kemudian Heineken kembali menjadi pemegang saham utamanya.

Di tahun 1981, perusahaan ini go public dengan nama yang sekarang. 81.78% sahamnya dimiliki oleh Heineken International BV, dan sisanya oleh masyarakat Indonesia.

Sama seperti DLTA, secara industri MLBI juga masuk ke food & beverages (F&B). Sedangkan merek-merek milik MLBI yang terkenal adalah: Bintang (kalau ini mungkin merupakan merek bir nomor satu di Indonesia dan terkenal di manca negara), Heineken (merek bir Belanda yang sudah berusia hampir 150 tahun), Green Sands, dan Strongbow.

Gambar bir Bintang. Bir nomor satu di Indonesia produksi MLBI.
Gambar 3. Bir Bintang (Sumber)

Nah, sekarang mari kita bahas hasil dari tahap Research untuk MLBI di bawah ini.

Research – Valuasi PER dan PBV

Saya menggunakan laporan tahunan MLBI dari 2014 – 2020 (Kuartal III). Berikut performa bisnis mereka selama hampir dari 7 tahun ke belakang:

  1. Revenue growth (pertumbuhan pendapatan) rata-rata: 1.38% per tahun.
  2. Net profit growth (pertumbuhan laba/profit) rata-rata: 8.4% per tahun.
  3. Net profit margin (marjin laba dibanding pendapatan) rata-rata: 30.15% per tahun!
  4. Free cash flow (FCF, sisa uang tunai dari aktifitas operasi dikurangi belanja aset) kumulatif positif dengan rata-rata IDR 900M per tahun! Total FCF selama kurang lebih 7 tahun terakhir di IDR 5.4T.
  5. Owner’s earnings ratio (rasio belanja aset dibagi uang tunai dari aktifitas operasi) rata-rata MLBI cukup rendah di 0.25! Jadi bisa dibilang biaya belanja aset hanya 25% dari uang tunai yang mereka dapatkan dari aktifitas operasinya. Tidak sebagus DLTA, tetapi tetap bagus dan efisien.
  6. Efficiency ratio (rasio seberapa efisien biaya setiap pendapatan perusahaan) rata-rata: stabil dengan rata-rata di 0.37 per tahun. Juga termasuk sangat efisien.
  7. Return on equity (imbal hasil dari modal) rata-rata: 110.3% per tahun! Labanya bisa melebihi modalnya. Wow!
  8. Debt equity ratio (ratio hutang dibanding modal) rata-rata: 1.8 per tahun. Sangat tidak sehat. Bahkan dalam 7 tahun terakhir, tidak ada satu pun DER MLBI yang sehat!
  9. Price earnings ratio (PER, rasio harga saham dibanding laba) rata-rata: 27.98x. Tetapi saat saya melakukan Research ini di bulan November 2020, PER MLBI ada di 91.6x! Jauh lebih mahal dari PER historisnya. Lalu saat itu saya lihat PER rata-rata industrinya di 11x, berarti PER MLBI saat itu 732% lebih mahal dari rata-rata industrinya!
  10. Price to book value (PBV, rasio harga saham dibanding nilai modal) rata-rata: 30.43x. Waktu itu PBV MLBI ada di 14.41x. Lalu, PBV rata-rata industri saat itu di kisaran 3.66x, berarti harga PBV MLBI saat itu 293% lebih mahal dari rata-rata nilai PBV industrinya. Meskipun PBVnya saat itu lebih murah 111% dari harga rata-rata historisnya. Cukup menarik.

Invest di saham MLBI?

Menurut saya….tidak. Kalau saya lihat secara kinerja bisnis, DLTA lebih bagus dari MLBI. Memang dari sisi PBV saat itu dengan nilai rata-rata historisnya ada margin of safety yang besar sekali, tetapi tetap kurang menarik karena PER-nya yang terlalu mahal.

Saya juga menggali lebih dalam lagi untuk melihat apakah ada “harta karun tersembunyi” di saham ini. Tetap tidak ada yang spesial juga:

  1. Revenue (pendapatan) mereka tidak lebih besar dari kapitalisasi pasar.
  2. Total Asset mereka juga tidak lebih besar dari kapitalisasi pasarnya.
  3. Dividend yield rata-rata MLBI adalah 3.4%. Lebih kecil dari DLTA.

Kalau memang tidak ada yang spesial dan secara PER juga mahal, PBV juga tidak terlalu menarik, bagaimana dengan analisa secara DCF? Mari kita lihat.

Research – Valuasi DCF

Ini hasil analisa DCF (Discounted Cash Flow) untuk saham MLBI:

Gambar file Excel hasil valuasi DCF MLBI yang saya buat. Menurut kalkulasi saya, harga saham fundamental MLBI saat ini seharusnya di IDR 10,934. Saat post ini dibuat, harga saham aslinya ada di IDR 8,875. Ada 23.20% margin of safety.
Gambar 4. Hasil valuasi DCF untuk saham MLBI
  1. Saya menggunakan nilai performa bisnis aktual (yang sudah terjadi) untuk tahun 2016 – 2019 dan nilai ekspektasi performa bisnis untuk tahun 2020 – 2023.
  2. Untuk discount factor, saya pakai 7.5% juga
  3. Untuk perpetual growth, saya pakai 3% juga.

Intinya adalah, nilai kumulatif FCF milik MLBI dari akhir 2020 (awal prediksi dimulai) sampai selamanya, kalau kita tarik ke hari ini akan bernilai sebesar IDR 23T. Nilai itu, kalau kita bagi dengan jumlah saham yang beredar saat ini di 2.1 milyar lembar, akan memberikan kita nilai intrinsik per lembarnya di IDR 10,934.

Saat post ini ditulis di bulan November 2020, nilai per lembar MLBI adalah IDR 8,875. Berarti ada margin of safety sebesar 23.20% antara nilai intrinsik saham ini dan nilai aktual sahamnya saat ini. Menarik juga.

Sama dengan sebelumnya, pertanyaan berikutnya adalah, mungkinkah MLBI mencapai total FCF sebesar IDR 23T? Sedangkan 6 – 7 tahun ke belakang saja total FCF-nya sekitar IDR 5.4T. Jawabannya, mungkin saja. Tetapi mungkin akan lebih lama daripada DLTA mencapai total DCF mencapai IDR 4.9T-nya.

Kesimpulan dari saham DLTA vs MLBI

Kira-kira menurut kalian, bila saya ingin dan ada dananya, antara DLTA dan MLBI, emiten mana yang akan saya pilih untuk investasikan?

Yes, hands down, DLTA.

Kenapa? Kinerja bisnisnya lebih bagus, manajemen yang lebih efisien (ER, owner’s earnings ratio yang lebih tinggi),manajemen yang lebih bijaksana (lebih berhati-hati dalam berhutang, uang kas yang lebih banyak dibanding hutang), dividend yield yang lebih besar, dan dari analisa DCF juga ada margin of safety yang lebih besar.

Tapi ROE dan ROA (Return on Assets) MLBI lebih besar dari DLTA, kan? Jelas. Tapi ekuitas dan aset MLBI hampir tidak pernah bertambah, sedangkan laba bertambah terus. Ya, jelas saja ROE dan ROA tinggi.

Memang, menurut saya, secara merek MLBI menang. Tetapi secara fundamental bisnis, DLTA yang menang. Coba saja cek sedikit catatan tambahan saya di bawah mengenai DLTA.

Catatan Tambahan DLTA dan MLBI

Seperti yang saya bilang di atas:

Pak Anies Baswedan, yang tak kunjung menepati janji melepas saham DLTA milik PemProv DKI setelah dua tahun menjabat.

Dan

PemProv DKI sudah memiliki saham perusahaan ini dari tahun 1984 saat perusahaan ini go public pertama kali, tidak akan mudah melepasnya.

Nah, kenapa saya bilang demikian? Dari 36 tahun ke belakang, mari kita lihat kinerja saham DLTA:

  • Dibeli di IDR 20 / lembar saham. Total investasi saat itu di IDR 3.7M (atau 72M nilai sekarang kalau dihitung inflasi).
  • Saat ini harganya (kalau tidak ada stock split 50x di tahun 2015) di: IDR 210,000 / lembar saham.
  • Naik 1,049,900% dalam 36 tahun! Atau 10,500x lipat! Kalau orang tua kalian membeli saham ini senilai IDR 1juta di tahun 1984 (sekitar IDR 19jutaan kalau dihitung inflasi), saat ini orang tua kalian memiliki saham DLTA senilai IDR 10.5M!
  • Dividen rata-rata yang diterima PemProv DKI setiap tahunnya di kisaran IDR 51M, tahun lalu bahkan IDR 100M. Lihat lagi modal investasinya berapa. Paling tidak dalam 10 tahun terakhir DLTA bisa balik modal investasi hanya dari dividen saja. Dan DLTA tidak pernah gagal memberikan dividen dalam 20 tahun terakhir.
  • Lihat lagi modalnya berapa. IDR 3M, kan? Nah, nilai kepemilikan PemProv DKI di saham ini sudah senilai IDR 880M! Rata-rata naik 29,164% per tahunnya!

Perbandingan kinerja saham DLTA vs MLBI dan…Apple Inc:

  • Saham MLBI go public di IDR 10 / lembar saham (setelah stock split), di tahun 1981. Saat ini nilai per lembar sahamnya di IDR 9,925. “Hanya” naik 99,150% dalam 39 tahun. Atau “hanya” naik 2,542% per tahunnya. DLTA vs MLBI, jelas DLTA menang.
  • Bahkan saham Apple Inc. (AAPL). Di tahun 1984, nilai saham per lembarnya $0.1 (setelah stock split berkali-kali). Tidak perlu dirupiahkan. Nilai sahamnya sekarang? $116 / lembar saham. “Hanya” naik 115,900% dalam 36 tahun, atau 3,219% per tahunnya.

Apple Inc. Perusahaan yang selalu merevolusioner teknologi (desktop PC, music player, smartphone). Perusahaan paling berharga di dunia. Kalah sama pabrik bir di Indonesia.

Nah, ini sebuah investasi yang bagus, kan? Makanya Pak Anies susah sekali untuk meyakinkan DPRD untuk keluar dari investasi saham PemProv di sini. Bukan tidak bisa atau mau ingkar janji (politisi mana tidak sesumbar dalam bicara?). Tetapi memang susah cari kinerja investasi seperti ini lagi.

Dan saya rasa Pak Anies dan semua jajaran timnya tidak ada yang memiliki kemampuan untuk memilih calon investasi-investasi bagus berikutnya. Ya, karena tidak ada yang fokus di situ. Apalagi di DPRD yang memang sebagian besar orang bodoh.

Dan juga, dari sini kita lihat bahwa masyarakat pemabuk Indonesia lebih hebat dari teknologi Amerika…hehehe. Bercanda.

Oke, untuk sekarang, mungkin ini dulu yang bisa saya bahas mengenai saham DLTA dan MLBI ini. Jangan lupa lakukan riset kalian sendiri, ya, sebelum berinvestasi. Bila ada pertanyaan, mengenai DLTA dan MLBI, atau apapun, silahkan hubungi saya di sini atau tinggalkan komentar di bawah.

Salam investasi,

ETS

Stoxets.com

Disclaimer/Peringatan:

Kami bukan perencana keuangan, pialang saham, maupun penasihat investasi. Stoxets.com murni berfungsi sebagai blog untuk berbagi pengalaman dan pendapat kami dalam berinvestasi di berbagai jenis aset (terutama pasar saham), tidak menyarankan siapapun untuk membeli/menjual suatu jenis aset maupun saham tertentu, dan tidak akan bertanggung jawab atas siapapun yang mengalami kerugian, maupun keuntungan, uang dalam berinvestasi dimanapun setelah membaca blog ini. Investasi apapun beresiko. Lakukan riset kalian sendiri. Uang kalian, tanggung jawab kalian.

Support This Blog

Kalau kalian ingin mendukung / support blog saya, kalian bisa klik iklan-iklan yang ada di blog saya ini…

atau kalian juga bisa membeli buku-buku rekomendasi saya di bawah ini melalui tautan / link afiliasi yang saya berikan. Semua buku yang saya rekomendasikan akan saya review terlebih dahulu, kalau tidak bagus tidak akan saya rekomendasikan untuk dibeli (meski tetap akan saya review). Program afiliasi ini tidak menjadikan harga buku lebih mahal, saya hanya mendapatkan komisi dari si penjualnya saja:

Buku untuk investor saham pemula

Who Wants to be a Smiling Investor – Lukas Setia Atmaja & Thomdean: Gramedia / Tokopedia

Value Investing: Beat the Market in Five Minutes – Teguh Hidayat: Gramedia / Tokopedia

Cara Mudah Memahami Laporan Keuangan – Joeliardi Sunendar: Tokopedia

Learn to Earn – Peter Lynch & John Rothchild: Tokopedia

Buku untuk investor saham yang lebih berpengalaman

Warren Buffett and the Interpretation of Financial Statements – Mary Buffett & David Clark: Tokopedia

One Up on Wall Street – Peter Lynch & John Rothchild: Tokopedia

Beating the Street – Peter Lynch & John Rothchild: Tokopedia

Cara Simpel Berinvestasi di Pasar Modal vol. I – Joeliardi Sunendar: Tokopedia

Cara Simpel Berinvestasi di Pasar Modal vol. II – Joeliardi Sunendar: Tokopedia

Buku untuk investor saham tingkat jendral bintang lima & pendekar silat sabuk merah

The Intelligent Investor – Benjamin Graham: Gramedia / Tokopedia

Dan masih banyak lagi!

Tolong bagikan artikel ini:

2 thoughts on “Analisa Fundamental Saham DLTA vs MLBI: Dua Perusahaan Bir Besar di Indonesia”

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error

Enjoying this blog? Tolong bagikan, ya! :)