ARTO: Sorry Bank Jago…Analisa Saham Bank Jago

Halo, saya ETS, pemilik dari blog Stoxets.com dan kali ini saya ingin membahas analisa fundamental saham ARTO (PT Bank Jago Tbk.). Sebuah bank digital (online) baru yang dulu berasal dari bank BUKU 1 asal Bandung bernama Bank Artos Indonesia Tbk.

Gambar kelompok dance lagu Bang Jago
Gambar 1. Bukan Bang Jago…tapi Bank Jago (Sumber)

Berhubung ARTO diakuisisi oleh Pak Jerry Ng, seorang bankir senior Indonesia yang meluncurkan Jenius untuk BTPN dan menaikan total aset BTPN sebesar 10x lipat selama beliau menjabat menjadi Presiden Direkturnya, saham ARTO langsung melejit drastis.

Bagaimana tidak, selain Pak Jerry Ng sudah terbukti di BTPN dan Jenius, investor yang menyuntik dana ke BTPN sehingga BTPN bisa melalukan transformasi digital di tahun 2008, yaitu Patrick Walujo (Founder dan CEO dari Northstar Group, sebuah perusahaan investasi), juga ikut berinvestasi di ARTO.

Tahu salah satu portfolio Northstar apa? GoJek. Di akhir 2020, GoJek mengakuisisi 22% saham ARTO.

Karena hal-hal di atas, maka tidak heran sih kalau saham ARTO langsung terbang.

Sekarang yang jadi pertanyaan adalah, apakah secara metode valuasi value investing, harga saham ARTO, saat post ini ditulis, di IDR 14,850 pantas?

Nah, seperti biasa, sebelum saya lanjutkan ke analisa saya, perlu saya jelaskan bahwa analisa saham ini bukan rekomendasi untuk melakukan apapun. Saya hanya berbagi informasi yang saya dapatkan berdasarkan riset saya sendiri. Bila kalian belum pernah baca disclaimer blog ini, silahkan klik di sini.

Lalu, saya juga mau mengulang kalau saya menulis angka menggunakan sistem US/UK, bukan Belanda/Indonesia. Contoh: 1 juta saya tulis 1,000,000; bukan 1.000.000. Untuk desimal saya tulis 1.5; bukan 1,5 dan untuk mata uang saya menggunakan USD / IDR; bukan “Dollar” atau “Rupiah”.

Analisa saham ARTO

ARTO (PT Bank Jago Tbk.) adalah, yang sekarang merupakan, bank BUKU 3 yang berasal dari Bandung. Bank ini berdiri di tahun 1992, dengan nama PT Bank Artos Indonesia, dan menjadi perusahaan publik di Desember 2015, dengan masuk ke industri bank pastinya (apa lagi…hehehe).

Seperti saya sudah bilang di atas, di tahun 2019, PT Metamorfosis Ekosistem Indonesia (MEI, perusahaan milik Pak Jerry Ng) dan Wealth Track Technology Limited (WTT, perusahaan berbasis di Hong Kong yang dikendalikan oleh Patrick Walujo), mengakuisisi saham pengendali di ARTO. Lalu di tahun 2020, Bank Artos Indonesia Tbk. mengganti nama menjadi Bank Jago Tbk., menerbitkan saham baru di BEI, dan berfokus di bank digital berbasis teknologi. Di awal tahun 2021, GoJek, melalui PT Dompet Karya Anak Bangsa (GoPay), mengakuisisi 22.16% saham ARTO.

Dengan penerbitan-penerbitan saham barunya (“rights issue”) jilid 1 di tahun 2020 dan jilid 2 di tahun 2021 awal, ARTO “naik kelas” dari bank BUKU 1 (modal inti di bawah IDR 100 Miliar) menjadi bank BUKU 3 (modal inti di antara IDR 5 – 30 Triliun). Modal inti ARTO menjadi IDR 8.1 Triliun.

Analisa saham ARTO ini akan berbeda dengan analisa bank-bank lain yang sudah kita bahas sebelumnya, seperti BBCA, BBNI, BMRI, dan BBRI, karena ARTO tidak bisa disamakan dengan bank-bank besar tersebut. ARTO yang sekarang adalah bukan ARTO yang dulu (sah elaaah…).

ARTO yang dulu adalah bank BUKU I konvensional, sedangkan ARTO yang sekarang adalah bank BUKU 3 yang berfokus menjadi bank digital. Bank digital artinya mereka akan memiliki cabang sedikit mungkin, atau bahkan tidak ada cabang sama sekali. Itu adalah salah satu alasan Pak Jerry Ng memilih untuk mengakuisisi Bank Artos Indonesia.

Karena demikian, cara kita untuk melakukan valuasi terhadap ARTO akan lebih susah. Tapi sekarang mari kita bahas hasil dari tahap Research untuk ARTO di bawah ini.

Research saham ARTO – Valuasi PER dan PBV

Saya menggunakan laporan tahunan ARTO dari 2016 – Kuartal 1 tahun 2021, dimana angka kuartal 1 tahun 2021 ini saya setahunkan (jadi merupakan ekspektasi saja).

Berikut performa bisnis mereka selama 5 – 6 tahun ke belakang:

  1. Revenue growth (pertumbuhan pendapatan) rata-rata: 17.34% per tahun.
  2. Net profit growth (pertumbuhan laba/profit) rata-rata: -1,875% per tahun! Ini karena angka-angka kenaikan/penurunan laba mereka naik turun secara drastis. Kalau secara median, angka ini ada di -111%. Selama 5 tahun ARTO tidak pernah mencetak laba. Bahkan ekspektasi saya di tahun 2021 ini, ARTO masih tidak akan mencetak laba.
  3. Net profit margin (marjin laba dibanding pendapatan) rata-rata: -103.74%. Perusahaan ini selalu rugi, kan.
  4. Free cash flow (FCF, sisa uang tunai dari aktifitas operasi dikurangi belanja aset) kumulatif negatif dengan rata-rata IDR -117 Miliar per tahun. Total FCF selama 10 – 11 tahun terakhir di IDR -702 Miliar.
  5. Owner’s earnings ratio (rasio belanja aset dibagi uang tunai dari aktifitas operasi) rata-rata di -0.157x.
  6. Efficiency ratio (rasio seberapa efisien biaya setiap pendapatan perusahaan) rata-rata: 0.51x per tahun. Cukup bagus, ini.
  7. Return on equity (imbal hasil dari modal) rata-rata: -14.04% per tahun. Jelek sekali.
  8. Debt equity ratio(ratio hutang dibanding modal) rata-rata: 2.65x. Bila dibanding industri/sektor lain, ini amat sangat tinggi. Tapi di perbankan, tinggi itu wajar. Karena bisnis mereka memang dari hutang yang mereka kelola.

Nah, untuk nomor 9 – 15, ini adalah rasio-rasio yang penting dan spesifik bagi industri perbankan. Silahkan dilihat.

  1. Return on assets (imbal hasil dari total aset) rata-rata: -4.74% per tahun. Angka ini harus di atas 1%. Jadi ini jelek sekali.
  2. Net interest margin (marjin/perbedaan dari bunga yang bank terima dari nasabah dengan bunga yang bank bayarkan ke nasabah lain) tahun 2020: 4.81%. Angka ini sebaiknya stabil atau pelan-pelan meningkat. Angka NIM ini di ARTO tahun 2019 ada di 4.57%. Jadi ini menuju ke arah yang benar.
  3. Loan life coverage ratio (rasio dana penanggulangan kredit macet yang wajib disediakan bank) tahun 2020: 569.34%. Ini sangat baik, karena paling tidak bank harus bisa menutupi 100% dari kredit macetnya.
  4. Net write-offs (persentase dana macet yang kemungkinan tidak akan dibayar kembali oleh nasabah) tahun 2020: 2.55%. Untuk angka ini, semakin kecil semakin baik.
  5. Current account savings account/CASA (dana bank dari tabungan nasabah yang berbunga rendah) rata-rata: 27.20%. Ini angka yang kecil.
  6. Term deposits (dana bank dari deposito/bunga tinggi) tahun 2020: 72.8%. Angka ini semakin rendah semakin baik, karena deposito itu berbunga tinggi (dalam arti lain, berbiaya tinggi).
  7. Loan deposit ratio (rasio perbandingan dana bank yang diterima dari nasabah dengan dana yang dipinjamkan ke nasabah lain) tahun 2020: 111%. Angka ini ditentukan oleh BI, minimum 78% dan maksimum 92%. Jadi terlalu tinggi LDR ARTO.
  1. Price earnings ratio (PER, rasio harga saham dibanding laba) rata-rata: -223x. Dan saat saya melakukan Research ini di bulan Juni 2021, PER ARTO ada di 1,056x. Sudah tidak bisa dipakai angka PERnya.
  1. Price to book value (PBV, rasio harga saham dibanding nilai modal) rata-rata: 10.44x. PBV mereka saat post ini saya tulis ada di 19.8x. Sekitar 90% lebih mahal dari PBV historisnya!

    PBV rata-rata industrinya ada di 3.77x. Secara PBV, ARTO juga lebih mahal dari rata-rata industrinya.

Invest di saham ARTO?

Secara valuasi PER dan PBV, ARTO tidak menarik sama sekali. Bahkan ARTO adalah perusahaan dengan performa bisnis terburuk dalam pengalaman pendek saya menganalisa perusahaan-perusahaan yang ada di BEI. Saya gatal-gatal menganalisa saham ini…(hehehe, bercanda).

Gambar penyanyi lagu "gatal gatal sa"
Gambar 2. Bukan Gatal-Gatal yang ini… (Sumber)

Nah, tapi seperti biasa, saya selalu mencoba untuk menggali informasi lebih dalam lagi saat saya melakukan Research, untuk melihat siapa tahu masih ada “harta karun tersembunyi” di tiap perusahaan yang saya analisa.

Dan untuk ARTO, hal-hal ini yang saya dapat:

  1. Saat post ini ditulis, total kapitalisasi pasar ARTO ada di IDR 161 Triliun. Pendapatan mereka di akhir tahun 2020? IDR 90 Triliun, total aset mereka di IDR 9.2 Triliun, dan modal (ekuitas) mereka di IDR 8.1 Triliun. Tidak ada yang spesial disini.
  2. Uang kas mereka “hanya” IDR 13 Miliar.

Sama sekali tidak ada yang spesial di ARTO. Lalu kenapa sahamnya bisa terbang??

Gambar pergerakan saham ARTO dalam 1 tahun ke belakang sampai post ini ditulis di bulan Juni 2021
Gambar 3. Naik 1,200% dalam setahun! (Sumber)

Bisa dilihat di gambar di atas, saham ARTO naik 1,200% dalam setahun! Dengan performa bisnis seperti yang kita sudah bahas. Wow!

Tapi, perlu saya bilang lagi, ARTO yang sekarang adalah bukan ARTO yang dulu (sah elaaah…maaf ya…hehehe), jadi anggap, lah, ARTO yang sekarang seperti terlahir kembali.

Di Laporan Tahunan 2020 ARTO, target laba bersih (“net profit”) mereka untuk tahun 2021 adalah IDR 50 Miliar (atau naik 126% dari laba tahun 2020). Lalu mereka juga menargetkan ROE lebih dari 1%. Bila kita pakai ekuitas sekarang di IDR 8.1 Triliun, berarti harusnya target laba mereka di IDR 81 Miliar, atau naik 143% dari laba tahun 2020.

Bisa, kah? Entah. Tapi kita tidak bisa bandingkan dengan performa bisnis mereka tahun-tahun lalu. Karena ini adalah perusahaan yang berbeda dalam banyak hal.

Analisa para “ahli” (baca: “bandar”)

Tapi tetap, kenaikan saham ARTO ini terlihat seperti sebuah euphoria (“euforia”, atau kegembiraan yang berlebihan). Karena tidak ada basis dari performa bisnis ARTO secara historis. Bagi perusahaan “baru”, pun, masa kapitalisasi pasarnya langsung melejit ke 10 besar?

Trimegah Sekuritas bilang kalau ARTO bisa sampai IDR 15,300 / lembar berdasarkan target tahun 2022. Di artikel yang sama disebutkan kalau target laba bersih ARTO tahun 2022 adalah IDR 308 Miliar dan tahun 2023 adalah IDR 801 Miliar.

Morgan Stanley Sekuritas Indonesia dan Sucor Sekuritas masing-masing menargetkan saham ARTO bisa sampai IDR 20,800 dan IDR 21,000 / lembar.

Oke, anggap saja ARTO berhasil mencapai target-target laba tersebut. Dengan jumlah saham sebesar 10.8 Miliar lembar, berarti EPS tahun 2022 seharusnya di IDR 26 / lembar dan di tahun 2023 EPSnya seharusnya di IDR 74 / lembar.

Saat ini, PER rata-rata para bank-bank digital….eeeh, ada bank-bank digital lain?? Intermezzo dulu, yuk…hehehe.


Intermezzo – kompetitor-kompetitor langsung ARTO

Rivan Kurniawan, salah satu value investor muda Indonesia, menjelaskan dengan sangat bagus di video dia di sini. Pada dasarnya:

  • Ada 3 klasifikasi bank digital: 1) bank digital baru berdiri (modal harus >IDR 10 Triliun); 2) bank lama yang dikonversi menjadi bank digital (modal harus >IDR 3 Triliun); dan 3) kelompok usaha bank lama digital (modal harus >IDR 1 Triliun).
  • Contoh bank lama dikonversi jadi bank digital: Bank Neo Commerce Tbk., Bank Jago Tbk., dan Bank Capital Indonesia Tbk. (gosipnya akan diakuisisi OVO).
  • Contoh kelompok usaha bank lama digital: Bank Rakyat Indonesia Agroniaga Tbk., Bank Harda Internasional Tbk., Bank MNC Internasional Tbk., Bank Net Indonesia Syariah Tbk. (sekarang bernama Bank Aladin Syariah Tbk.), dan lain lain.

List lengkap bank-bank digital (dari golongan mana, pun), per ditulisnya post ini, ada di sini.


Analisa para “ahli”…lanjuuut

Nah, mari kita lanjutkan soal PER rata-rata para bank digital lain:

  • Bank Capital Indonesia Tbk. = 229x
  • Bank Neo Commerce Tbk. = 159x
  • Bank Rakyat Indonesia Agroniaga Tbk. = 197x
  • Bank Harda Internasional Tbk. = 75x
  • Bank MNC Internasional Tbk. = 60x
  • Bank Net Indonesia Syariah Tbk. = 89x
  • Bank BTPN Tbk. = 4,046x
  • Bank KB Bukopin Tbk. = 252x
  • Bank QNB Indonesia Tbk. = 193x

Rata-rata PER mereka semua adalah 5,300x. Kalau angka ini kita perkecil, supaya lebih konservatif, dengan kita bagi 9 (sesuai dengan jumlah kompetitor ARTO), maka kita akan mendapat PER sebesar 588x.

PER 588x kalau kita kalikan dengan EPS IDR 26 / lembar untuk tahun 2022, dan IDR 74 / lembar untuk tahun 2023, maka kita akan mendapat harga-harga saham berikut:

  • Tahun 2022: kurang lebih sebesar IDR 15,300 / lembar.
  • Tahun 2023: kurang lebih sebesar IDR 43,450 / lembar.

Saya rasa itu metode yang dipakai para “ahli”. Dengan menggunakan PER para kompetitor ARTO dan target ARTO di beberapa tahun ke depan. Ini yang membuat para “bandar” “mendongkrak” saham ARTO.

Kesimpulan

Oke, invest di ARTO, kah, kita?

Saya rasa industri digital banking ini menarik dan merupakan masa depan kita di Indonesia ini. Potensi growth-nya luar biasa besar, dengan 197 juta pengguna internet dan 83 juta orang yang belum mendapat akses ke layanan finansial formal seperti bank. Belum lagi dengan potensi kolaborasi ekosistem dengan GoTO (hasil merger GoJek dan Tokopedia). Wow, besar sekali potensinya.

Tapi dengan PER 588x?? Artinya, kalau kita berinvestasi di saham ini, kita baru bisa balik modal setelah 588 tahun!

Menurut saya memang ada potensi, sih, ARTO ini. Apalagi ada pak Jerry Ng dan Patrick Walujo di belakangnya. Tapi bila saya ingin berinvestasi di sini, mungkin saya akan menunggu sampai akhir awal 2022 dan menunggu sampai harganya turun. Saya mau lihat performa bisnis ARTO secara full dulu di tahun 2021, baru saya bisa membuat keputusan. Untuk sekarang? Tidak dulu.

Hanya saja, satu hal lagi mengenai ini. Saya tetap suka dengan adanya perusahaan teknologi, seperti Bank Jago ini, yang berada di pasar modal Indonesia. Jadi kita punya akses untuk melihat laporan-laporan keuangan mereka secara nyata, tidak hanya membaca valuasi-valuasi berangan-angan di berita. Semoga ke depannya akan semakin banyak perusahaan-perusahaan teknologi, dari industri-industri non-fintech, yang masuk ke pasar modal Indonesia…aamiiin.

Oke! Untuk sekarang, mungkin ini dulu yang bisa saya bahas mengenai ARTO. Jangan lupa lakukan riset kalian sendiri, ya, sebelum berinvestasi. Bila ada pertanyaan, silahkan tulis komentar di bawah atau silahkan hubungi saya di sini.

Juga, kalau post ini membantu dalam perjalanan investasi, atau menghibur, kalian, saya hanya ingin memberi tahu kalau iklan yang kalian lihat di blog ini akan membantu saya dalam terus menjalankan blog saya ini.

Salam investasi,

ETS

Stoxets.com

Disclaimer/Peringatan:

Kami bukan perencana keuangan, pialang saham, maupun penasihat investasi. Stoxets.com murni berfungsi sebagai blog untuk berbagi pengalaman dan pendapat kami dalam berinvestasi di berbagai jenis aset (terutama pasar saham), tidak menyarankan siapapun untuk membeli/menjual suatu jenis aset maupun saham tertentu, dan tidak akan bertanggung jawab atas siapapun yang mengalami kerugian, maupun keuntungan, uang dalam berinvestasi dimanapun setelah membaca blog ini. Investasi apapun beresiko. Lakukan riset kalian sendiri. Uang kalian, tanggung jawab kalian.

Support This Blog

Kalau kalian ingin mendukung / support blog saya, kalian bisa klik iklan-iklan yang ada di blog saya ini…

atau kalian juga bisa membeli buku-buku rekomendasi saya di bawah ini melalui tautan / link afiliasi yang saya berikan. Semua buku yang saya rekomendasikan akan saya review terlebih dahulu, kalau tidak bagus tidak akan saya rekomendasikan untuk dibeli (meski tetap akan saya review). Program afiliasi ini tidak menjadikan harga buku lebih mahal, saya hanya mendapatkan komisi dari si penjualnya saja:

Buku untuk investor saham pemula

Who Wants to be a Smiling Investor – Lukas Setia Atmaja & Thomdean: Gramedia / Tokopedia

Value Investing: Beat the Market in Five Minutes – Teguh Hidayat: Gramedia / Tokopedia

Cara Mudah Memahami Laporan Keuangan – Joeliardi Sunendar: Tokopedia

Learn to Earn – Peter Lynch & John Rothchild: Tokopedia

Buku untuk investor saham yang lebih berpengalaman

Warren Buffett and the Interpretation of Financial Statements – Mary Buffett & David Clark: Tokopedia

One Up on Wall Street – Peter Lynch & John Rothchild: Tokopedia

Beating the Street – Peter Lynch & John Rothchild: Tokopedia

Cara Simpel Berinvestasi di Pasar Modal vol. I – Joeliardi Sunendar: Tokopedia

Cara Simpel Berinvestasi di Pasar Modal vol. II – Joeliardi Sunendar: Tokopedia

Buku untuk investor saham tingkat jendral bintang lima & pendekar silat sabuk merah

The Intelligent Investor – Benjamin Graham: Gramedia / Tokopedia

Dan masih banyak lagi!

Tolong bagikan artikel ini:

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error

Enjoying this blog? Tolong bagikan, ya! :)