Baguskah Membeli Saham IPO?

Halo, saya ETS, pemilik dari blog Stoxets.com. Post kali ini menyambung post yang sebelumnya, saat saya membahas analisa fundamental PT Bukalapak.com (BUKA), yang akan melakukan IPO (Initial Public Offering atau “penawaran saham perdana”) di bulan Agustus 2021 depan ini. Sesuai janji saya di post sebelumnya, daripada bertanya: “apakah kita harus berinvestasi di BUKA yang ingin IPO?”, lebih baik sekalian saja bertanya: “haruskah membeli saham saat IPO?” atau “baguskah membeli saham IPO?”

Nah, itu yang akan saya coba jawab di post ini.

Post ini akan saya berikan struktur seperti demikian: 1) Apa itu IPO (jaga-jaga siapa tahu ada yang pemula banget…hehehe), 2) Keuntungan membeli saham saat IPO, 3) Kerugian membeli saham IPO, dan 4) Kesimpulan, jadi baguskah membeli saham IPO?

Seperti biasa, sebelum saya lanjutkan, tulisan ini bukan rekomendasi untuk melakukan apapun. Saya hanya berbagi informasi yang saya dapatkan berdasarkan riset saya sendiri. Bila kalian belum pernah baca disclaimer blog ini, silahkan klik di sini.

Lalu, saya juga mau mengulang kalau saya menulis angka menggunakan sistem US/UK, bukan Belanda/Indonesia. Contoh: 1 juta saya tulis 1,000,000; bukan 1.000.000. Untuk desimal saya tulis 1.5; bukan 1,5 dan untuk mata uang saya menggunakan USD / IDR; bukan “Dollar” atau “Rupiah”.

Apa itu IPO?

Intinya, IPO (Initial Public Offering), atau “penawaran saham perdana” dalam Bahasa Indonesia, adalah suatu aktifitas bagi sebuah perusahaan yang ingin mendapatkan dana dari pasar modal dengan menawarkan sebagian kepemilikan dalam perusahaan tersebut berbentuk saham.

Aktifitas yang sering disebut dengan “going public” (menjadi perusahaan publik) ini menjual kepemilikan saham tersebut langsung ke masyarakat yang ingin membelinya. Bila kita lalu beli saham perusahaan tersebut setelah si perusahaan menjadi perusahaan publik, artinya kita membeli saham itu di pasar sekunder.

Contoh:

  • PT ABCD ingin menjadi perusahaan publik, mereka membentuk tim di internal perusahaannya untuk melalui langkah-langkah yang harus dipenuhi untuk bisa go public di Bursa Efek Indonesia (BEI).
  • Mereka menawarkan sebagian kepemilikian dalam perusahaan berbentuk saham langsung ke masyarakat. Anggap, lah, saya beli sedikit saham “emiten” (istilah untuk perusahaan yang sudah menjadi perusahaan publik) dengan kode ABCD ini.
  • Dari situ ABCD berhasil mendapatkan dana segar sebesar IDR 10 Miliar yang akan digunakan untuk ekspansi bisnisnya. PT ABCD menjadi PT ABCD Tbk., yang merupakan singkatan dari “Terbuka”, atau perusahaan publik.
  • Setelah ABCD listing (istilah untuk perusahaan yang melakukan aktifitas “pencatatan” di pasar modal BEI), saham-saham mereka bebas diperdagangkan selayaknya di pasar. Setiap harinya harga saham ABCD ini naik turun tergantung dari banyaknya orang-orang yang jual beli saham ini.
  • Anggap saja harga sahamnya langsung naik dan karena saya mau take profit (“ambil keuntungan”), jadi saya jual saham ABCD tersebut.
  • Nah, siapapun yang membeli saham ABCD saya melalui BEI, karena ini merupakan pasar sekunder, jadi tidak ada uang yang masuk ke PT ABCD Tbk. lagi. Dana yang mereka dapatkan hanya di awal saja saat mereka menjual sahamnya langsung ke masyarakat. Sebagaimana kalau kita beli motor Honda baru, keuntungan dari penjualan tersebut akan dinikmati oleh Astra International Tbk. (ASII), tapi begitu motor tersebut saya jual, ASII sudah tidak dapat apa-apa, kan? Demikian juga jual beli saham di BEI.

Keuntungan dan kerugian IPO

Beberapa keuntungan bila suatu perusahaan melakukan IPO adalah:

  • Akses terhadap dana segar yang bukan merupakan hutang.
  • Tambahan kepercayaan bila ingin melakukan pinjaman, baik dari bank ataupun institusi lain.
  • Meningkatkan kepercayaan masyarakat karena mayoritas informasi mengenai perusahaan tersebut menjadi mudah diakses publik.
  • Peningkatan nilai perusahaan setiap saat harga saham perusahaan tersebut naik.
  • Meningkatkan profesionalisme karyawan yang disebabkan oleh tuntutan publik untuk selalu memberikan yang terbaik pagi para masyarakat pemegang saham.
  • Kesempatan bagi pemilik lama untuk melakukan “exit”(istilah yang berarti pemilik perusahaan dari awal berdiri, atau minimal sebelum IPO, menjual kepemilikannya).
  • Bisa dapat insentif pajak dari Pemerintah.

Nah, beberapa kerugiannya adalah:

  • Berbagi kepemilikan dengan orang luar.
  • Harus selalu mematuhi aturan dari BEI dan OJK dengan denda-denda yang harus dibayar bila melanggar.
  • Diekspektasikan oleh masyarakat untuk bisa tanpa cela sedikitpun. Karena sedikit kesalahan bisa mempengaruhi harga saham perusahaan.

Itulah, beberapa hal dasar mengenai IPO. Sekarang, kita coba jawab “baguskah membeli saham IPO?”

Keuntungan Membeli Saham IPO

Sekarang kita akan membahas keuntungan membeli saham persis saat IPO. Banyak yang bilang kalau membeli saham saat IPO kita akan menjadi salah satu orang pertama yang berinvestasi di perusahaan tersebut. Tidak salah, sih, pendapat itu, hanya tidak sepenuhnya benar juga. Karena yang berinvestasi dari pertama di perusahan tersebut adalah para pendiri perusahaan.

Tapi memang bila kita membeli saham saat IPO, memang kita akan menjadi salah satu pemilik saham publik pertama di perusahaan tersebut dan bisa saja kita mendapat kesempatan untuk mendapatkan harga yang rendah relatif dari kemungkinan harga saham itu untuk naik ke level yang sangat tinggi dalam tahun-tahun mendatang. Dan itu amat sangat menguntungkan.

BBRI (Bank Rakyat Indonesia Tbk.)

Contoh, bila kita membeli saham BBRI saat mereka IPO di tahun 2003 lalu, kita bisa membelinya di harga IDR 875 / lembar. Tapi anggaplah kita dapatnya di harga IDR 1,000 / lembar karena terlalu banyak yang membeli saat itu, dengan stock split (“pemecahan harga saham”) total sebanyak 10x, harga IPO itu buat kita ada di IDR 100 / lembar. Saat ini harga saham BBRI ada di IDR 3,770 / lembar, atau naik hampir 3,700% dalam 18 tahun! Berarti naik sekitar 200% setiap tahunnya! BBRI pertama kali memberikan dividen di tahun 2009, berapa dividen BBRI saat itu? IDR 169 / lembar! Itu 69% dari harga beli kita. Di tahun 2013, dividen BBRI saat itu di IDR 225 / lembar, atau 125% dari harga beli kita!

Beruntunglah mereka yang membeli BBRI saat IPO.

Gambar grafik kenaikan harga saham BBRI dalam 18 tahun terakhir. Beruntung orang-orang yang membeli saham IPO BBRI. Naik hampir 3,700%!
Gambar 1. Kenaikan harga saham BBRI dalam 18 tahun terakhir

ACES (Ace Hardware Indonesia Tbk.)

Lalu, misal kita membeli saham ACES saat IPO di tahun 2007, kita bisa dapat di harga IDR 1,000 / lembar. Bila dibagi stock split 10x, yang terjadi di tahun 2012, berarti harganya saat IPO “hanya” IDR 100 / lembar. Saat ini harga saham ACES ada di IDR 1,320. Sudah naik 1,220% dalam 14 tahun! Atau rata-rata naik 87% setiap tahunnya! Investasi apa yang naik 87% per tahun?? Properti? Emas? Obligasi? Perangko? Cryptocurrency??…..Oke, kalau crypto, mungkin beda…hehehe. Tapi selain itu tidak ada!

Lalu, selain itu, ACES rajin memberikan dividen setiap tahunnya. Tahun 2021 ini, mereka memberikan dividen seharga IDR 32 / lembarnya. Kalau dihitung dari harga beli saat IPO, itu sudah 32% imbal hasil!

Beruntunglah mereka yang membeli ACES saat IPO.

Gambar grafik kenaikan harga saham ACES dalam 14 tahun terakhir. Beruntung orang-orang yang membeli saham IPO ACES. Naik 1,220%!
Gambar 2. Kenaikan harga saham ACES dalam 14 tahun terakhir

BBCA (Bank Central Asia Tbk.)

Bila kita membeli BBCA saat mereka IPO, kita bisa membelinya di harga IDR 1,400 / lembar. Setelah itu BBCA melakukan stock split di tahun 2001, 2004, dan 2008 yang masing-masing sebanyak 2x. Jadi harga IPOnya, setelah dihitung dengan stock split, menjadi IDR 175 / lembar. Harga saham BBCA sekarang ada di IDR 29,850 / lembar, atau kenaikan sebanyak 16,957% selama 21 tahun terakhir! Berarti setiap tahun rata-rata naik 807%! Kalau ini crypto aja bisa kalah kali…hehehe.

Setelah 9 tahun, di tahun 2009, BBCA memberikan dividen untuk pertama kalinya di IDR 65 / lembar. Itu adalah 37% dari harga beli saham mereka saat IPO. Jauh lebih besar dari deposito manapun.

Beruntunglah mereka yang membeli BBCA saat IPO.

Gambar grafik kenaikan harga saham BBCA dalam 21 tahun terakhir. Beruntung orang-orang yang membeli saham IPO BBCA. Naik 16,957%!
Gambar 3. Kenaikan harga saham BBCA dalam 21 tahun terakhir

Dan masih banyak perusahaan-perusahaan bagus yang memberikan keuntungan besar terhadap mereka-mereka yang membeli sahamnya saat IPO. Tapi syaratnya, perusahaan itu harus merupakan perusahaan bagus dengan performa bisnis yang bagus juga.

Bagaimana bila perusahaannya tidak “bagus” (sebuah kata yang relatif untuk konteks ini, sih)? Nah, sekarang mari kita bahas kerugian saat membeli saham IPO.

Kerugian Membeli Saham IPO

Kalau kalian bilang “ah, itu kan hanya saham-saham pilihan saja yang kebetulan harganya naik terus setelah IPO. Bukannya banyak yang setelah IPO langsung ‘nyungsep’”? Iya, itu memang betul. Sayangnya, banyak hal-hal yang bisa menyebabkan kerugian bila kita membeli saham IPO.

Jadi kalau kamu sudah beberapa kali membaca posts di blog saya ini, pasti tahu kalau saya adalah seorang value investor. Nah, dalam metode/konsep value investing, kita hanya bisa membeli saham bila harganya di bawah nilai wajarnya. Sedangkan akan sulit sekali mendapatkan perusahaan yang sedang melakukan IPO untuk dijual di bawah harga wajarnya. Kenapa?

Hype

Hype, atau “promosi sensasional/berlebihan”, adalah hal yang akan dilakukan oleh perusahaan yang akan melakukan IPO dengan para institusi yang membantu proses IPO tersebut. Kenapa? Karena konsep utama IPO adalah mendapatkan harga jual setinggi-tingginya!

Dengan mendapatkan harga jual setinggi langit, semakin banyak dana kas segar yang bisa didapatkan perusahaan tersebut dan semakin banyak pula komisi para institusi yang membantu proses IPO mereka. Selain itu semakin besar pula nilai kekayaan para pendiri perusahaan yang saham-sahamnya paling banyak, kan?

Mereka tidak ada yang peduli bila harga jualnya jauh di atas nilai wajarnya. Kalau kita dapat harga yang jauh di atas nilai wajarnya, apa bisa dibilang “value investing”?

Hal ini yang menyebabkan banyak saham-saham yang harganya jatuh tidak lama sejak IPO. Karena harga IPO yang terlalu tinggi.

Masih ingat saham Sentral Mitra Informatika Tbk. (LUCK), yang tersangkut kasus Jouska tahun 2020 lalu? Mungkin ini bukan contoh sebuah hype, tapi merupakan contoh harga yang terlalu tinggi jauh di atas performa bisnis perusahaan yang menyebabkan harga sahamnya jatuh. Bila lihat Prospektus IPO mereka, harga IPO yang mereka inginkan ada di IDR 285 / lembarnya. Saat IPO harganya dibuka di IDR 428 / lembar. Harga itu berarti PERnya 142x. Value investor mana yang mau beli saham dengan PER sebesar itu?

Para trader “membuang” sahamnya di hari IPO

Akan ada kemungkinan harga saham IPO untuk langsung turun saat IPO karena para trader yang sudah “memborong” sahamnya saat di awal-awal proses IPO, saat harganya lebih rendah, bisa langsung menjualnya saat hari IPO.

Saya kasih contoh, Bukalapak.com (BUKA) ingin IPO dengan menjual harga saham awal di kisaran IDR 750 – 850, kan?

Kalau saya seorang trader, saya akan buru-buru daftar untuk membeli saham BUKA di bulan Juli 2021 saat BUKA membuka (…hehehe) harga di IDR 750. Makin banyak hype di proses IPO ini, makin lama harganya makin naik, kan? Anggap saja IPO persis di harga IDR 850. Berarti saya sudah untung 13%, kan? Apalagi kalau banyak sekali yang beli, bisa saja saat IPO di bulan Agustus 2021 harganya sudah di IDR 1,000, yang dimana saya berarti untung 33%. Untung 13 – 33% dalam satu bulan adalah hal yang fantastis bagi para trader.

Bagaimana dengan para pendiri / karyawan perusahaan yang mungkin akan langsung “membuang” kepemilikan mereka begitu IPO? Ini bisa diatasi melalui lock-up period (atau periode yang “mengunci” para pendiri / karyawan perusahaan tersebut untuk langsung “membuang” kepemilikan saham mereka begitu IPO). Di Indonesia aturan lock-up ini membatasi para pendiri / karyawan untuk menjual saham-saham mereka 6 bulan sebelum dan 8 bulan sesudah IPO.

Risiko dari perusahaan itu sendiri

Salah satu alasan suatu perusahaan untuk go public adalah untuk mendapatkan dana segar yang bisa dipakai untuk melakukan ekspansi bisnis. Memang kalau perusahaan tersebut mau, bisa saja dia meminjam uang di bank, tapi kalau demikian dia harus membayar bunga, kan?

Bila perusahaan ini bagus dalam mengelola uang dan mampu untuk menghasilkan free cash flow (istilah yang berarti uang kas yang dimiliki setelah mengurangi uang kas dari aktifitas operasi dengan pembelian aset tetap) dari aktifitas bisnisnya, uang yang yang mereka dapat dari IPO ini bisa saja mereka lipatgandakan dalam tahun-tahun mendatang yang dimana akan meningkatkan harga sahamnya.

Tapi kalau mereka melakukan IPO dan mereka ternyata tidak mampu untuk mencetak uang kas dari aktifitas bisnisnya, mereka akan memakai dana kas dari IPOnya. Yang dimana itu bisa habis. Pasti harga sahamnya tidak akan kemana-mana, malah pasti akan turun. Contoh di bawah ini adalah Electronic City Indonesia Tbk. (ECII) yang harga sahamnya turun terus dari IPO, saya tidak tahu pastinya kenapa, tapi saya lihat dari laporan-laporan keuangannya, sejak mereka IPO di tahun 2013 dan dari tahun sebelumnya, 2012, mereka tidak bisa mencetak free cash flow. Tahun 2014 juga demikian, tahun 2015 juga, dan tahun 2016 juga. Jadi, yah, wajar harga sahamnya turun terus sejak IPO.

Gambar grafik penurunan harga saham ECII sejak penawaran saham perdana.
Gambar 4. Penurunan harga saham ECII dari IPO

Belum lagi kalau manajemen perusahaan tersebut isinya manusia sampah seperti para pendiri dan manajemen di Cipaganti Citra Graha Tbk. (CPGT), yang dinyatakan bangkrut dan sudah delisting (istilah yang berarti dicabut dari daftar saham publik di BEI) karena tidak jujur soal beban pajak mereka kepada calon investornya. Perusahaan ini dibuang dari BEI hanya 4 tahun setelah IPO.

Gambar grafik penurunan harga saham CPGT sejak penawaran saham perdana.
Gambar 5. Penurunan harga saham CPGT dari IPO

Kesimpulan…Jadi, Baguskah Membeli Saham IPO?

Lalu bagaimana? Baguskah membeli saham IPO? Kalau saya pribadi mungkin tidak akan pernah membeli saham IPO, selama saya merupakan seorang value investor. Karena saya selalu membeli saham di bawah nilai wajarnya, sedangkan hampir mustahil untuk membeli saham IPO yang berada di bawah nilai wajarnya.

Belum lagi kita tidak tahu persis bagaimana perusahaan tersebut mengelola bisnis atau keuangannya. “Loh, kan tinggal lihat dari prospektusnya!” Betul sekali. Tapi prospektus hanya memberikan kita laporan keuangan untuk 2 – 3 tahun terakhir, sedangkan saya mau tahu bagaimana dia beroperasi selama paling tidak 5 tahun terakhir.

Tadi kita sudah bahas BBRI, ACES, dan BBCA. Tapi tidak ada yang bilang kalau kita harus membeli mereka saat IPO, kan?

Kalau kita beli BBRI di tahun 2013, 10 tahun sejak mereka IPO, di harga IDR 1,400. Uang kita sudah naik 165% (belum termasuk dividen)!

Kalau kita beli ACES di tahun 2012, 5 tahun sejak mereka IPO, di harga IDR 415. Uang kita sudah naik 218% (belum termasuk dividen)!

Kalau kita beli BBCA di tahun 2010, 10 tahun sejak mereka IPO, di harga IDR 4,825. Uang kita sudah naik 518% (belum termasuk dividen)!

Jelas, kan? Tidak perlu membeli saham IPO di saham-saham bagus seperti mereka juga bisa mendapatkan multibagger (istilah dari investor legendaris Amerika, Peter Lynch, yang berarti naik berkali-kali lipat).

Lalu, bagimana pendapat para suhu, Warren Buffett dan pak Lo Kheng Hong?

Pendapat Warren Buffett dan Lo Kheng Hong dalam membeli saham IPO

Ini pendapat mereka dalam membeli saham IPO:

“…saya sudah tidak membeli saham IPO selama 20 tahun lebih. Karena tidak mungkin pemilik perusahaan dan penjamin emisi mau menjual di harga undervalued, harga murah, pasti mereka mau menjual di harga semahal-mahalnya…Karena menurut saya tidak ada yang salah harga, mana mau si pemilik bisnis mau menjual (mobil) Mercy seharga Avanza, kalau bisa Avanza-nya dijual seharga Mercy”


Lo Kheng Hong, saat ditanya soal kabar IPO GoTo (perusahaan merger Gojek dan Tokopedia).

dalam 54 tahun, menurut saya Berkshire tidak pernah membeli saham IPO. Bila tempat terbaik dimana saya bisa meletakan uang saya saat semua insentif penjualan ada, komisi tinggi, ada euforia, dan itu lebih baik dari seribu saham-saham lain yang saya bisa beli dimana tidak ada euforia…(itu tidak masuk akal)”


Warren Buffett saat ditanya mengenai IPO Uber di tahun 2019.

Dua hal tersebut sudah cukup menjelaskan posisi saya dalam membeli saham IPO.

Oke, mungkin ini dulu yang bisa saya bahas mengenai topik membeli saham IPO. Jangan lupa lakukan riset kalian sendiri. Bila ada pertanyaan, silahkan hubungi saya di sini atau tinggalkan komentar di bawah.

Ngomong-ngomong, kalau post ini membantu dalam perjalanan investasi, atau menghibur, kalian, saya hanya ingin memberi tahu kalau iklan yang kalian lihat di blog ini akan membantu saya dalam terus menjalankan blog saya ini.

Salam investasi,

ETS

Stoxets.com

Disclaimer/Peringatan:

Kami bukan perencana keuangan, pialang saham, maupun penasihat investasi. Stoxets.com murni berfungsi sebagai blog untuk berbagi pengalaman dan pendapat kami dalam berinvestasi di berbagai jenis aset (terutama pasar saham), tidak menyarankan siapapun untuk membeli/menjual suatu jenis aset maupun saham tertentu, dan tidak akan bertanggung jawab atas siapapun yang mengalami kerugian, maupun keuntungan, uang dalam berinvestasi dimanapun setelah membaca blog ini. Investasi apapun beresiko. Lakukan riset kalian sendiri. Uang kalian, tanggung jawab kalian.

Support This Blog

Kalau kalian ingin mendukung / support blog saya, kalian bisa klik iklan-iklan yang ada di blog saya ini…

atau kalian juga bisa membeli buku-buku rekomendasi saya di bawah ini melalui tautan / link afiliasi yang saya berikan. Semua buku yang saya rekomendasikan akan saya review terlebih dahulu, kalau tidak bagus tidak akan saya rekomendasikan untuk dibeli (meski tetap akan saya review). Program afiliasi ini tidak menjadikan harga buku lebih mahal, saya hanya mendapatkan komisi dari si penjualnya saja:

Buku untuk investor saham pemula

Who Wants to be a Smiling Investor – Lukas Setia Atmaja & Thomdean: Gramedia / Tokopedia

Value Investing: Beat the Market in Five Minutes – Teguh Hidayat: Gramedia / Tokopedia

Cara Mudah Memahami Laporan Keuangan – Joeliardi Sunendar: Tokopedia

Learn to Earn – Peter Lynch & John Rothchild: Tokopedia

Buku untuk investor saham yang lebih berpengalaman

Warren Buffett and the Interpretation of Financial Statements – Mary Buffett & David Clark: Tokopedia

One Up on Wall Street – Peter Lynch & John Rothchild: Tokopedia

Beating the Street – Peter Lynch & John Rothchild: Tokopedia

Cara Simpel Berinvestasi di Pasar Modal vol. I – Joeliardi Sunendar: Tokopedia

Cara Simpel Berinvestasi di Pasar Modal vol. II – Joeliardi Sunendar: Tokopedia

Buku untuk investor saham tingkat jendral bintang lima & pendekar silat sabuk merah

The Intelligent Investor – Benjamin Graham: Gramedia / Tokopedia

Dan masih banyak lagi!

Tolong bagikan artikel ini:

5 thoughts on “Baguskah Membeli Saham IPO?”

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error

Enjoying this blog? Tolong bagikan, ya! :)